Damai = Peace (?)

Selasa, 24 Maret 2009 | Label: , , | |


Ada satu alasan kenapa Israel menyerang jalur Gaza yaitu mereka mendapat serangan berupa roket kecil dari Hamas kepada penduduk Israel. Korban warga sipil israel tidak seberapa, namun dibalas dengan begitu massif korbannya. Wajarkah alasannya?

Irak dibombardir, apa saja yang penting dibom, hanguskan semuanya dulu, urusan dialog di belakang. Kenapa Amerika menyerang Irak, karena Irak dianggap menyimpan senjata nuklir. Alasan itulah yang dipakai negara ini dan merasa absah bin legal.

Roket Hamas yang menerang Penduduk Israel membuat mereka sangat dihantui ketakuan yang luar biasa dari tindakan hamas ini.

Karena merasa negara ini kuat baik teknologi dan persenjataan, masa kalah dengan kelompok sekecil Hamas. Maka pecahlah perang terbuka, menyerang dengan cara seperti biasa: Membabi buta, mencari tikus satu kelurahan di bombardir. Jadi apapun tindakan kekerasan itu ada alasan yang memberi cap sah melakukan tindakannya, setidaknya benar menurut kacamatanya sendiri.

***

Bagaimanapun hampir setiap kejadian kekerasan selalu ada upaya pembenarannya. Dalam bahasa psikologi *halah* disebut konpensasi.

Tidak usah jauh-jauh melihat ke Palestina, Irak atau kejadian perang di manapun. Di negara kita sendiripun demikian. Setiap tindakan kekerasan pasti ada sederet alasan yang melatar belakangi.

Kekerasan etnis di Sampit, Ambon dan lain-lain tanyakanlah kepada mereka yang memulai tindakan kekerasan itu, pasti ada alasan yang dianggap sah dan legal meski versi sendiri.

Begitupula kejadian yang baru berselang di Monas dulu, kekerasan itu tidak akan terjadi kalau tidak panas-panasi. Dipanas-panasi, merupakan pembenar yang bisa dijadikan alasan. Siapapun kalau dihina, dimaki, diteror pasti akan melakukan pembelaan dan pembalasan. Masih untung di monas korban hanya dipentungi, namun naas bagi warga Palestinya, dan Irak, mereka dibumi hanguskan. Atas nama kebenaran, atas nama Tuhan, atas nama ketidakadilan, atas nama etnis, atau politik sekalipu pokoknya whatever, semuanya bisa menjadi pembenar tindakan kekerasan.

Hemat saya, selama kekerasan yang dilakukan atas nama apapun labelnya, selama masih merasa benar jare dewek, bahkan mengatasnamakan perang suci namun dengan cara yang tidak suci, maka peperangan, menumpahkan darah akan mudah terlihat di televisi kita.

Jadi siap-siap saja tahun-tahun ke depan akan banyak tontonan kekerasan massif bermotif agama, etnis, idiologi dan lain-lain. Akan banyak bom dan roket berseliweran di atamosfir bumi ini.

Salam, damai, atau apalah istilahnya, hanya bisa dinikmati untuk kalangan sendiri. Sementara manfaat dari salam itu kurang berimbas kepada komunitas lain.

Mestinya, manfaat makan adalah untuk saat tidak makan. Demikian juga bisa dikatakan Agama selayaknya bermanfaat untuk kehidupan semua orang bahkan orang lain merasa aman, dan manfaat.

Sepertinya, salam dianggap hal yang tidak penting. Salam (damai) hanyalah milik sayur opor ayam yang bila tanpa daun salam, maka hambarlah rasa dan aromanya.


taken from http://santribuntet.wordpress.com/2009/01/04/salam-apa-daun-salam/

0 komentar: